Festival Teater Jakarta 2019: 'Drama Penonton'

Jum'at, 15 November 2019 - 17:16 WIB
Festival Teater Jakarta...
Festival Teater Jakarta 2019: 'Drama Penonton'
A A A
JAKARTA - Komite Teater Dewan Kesenian Jakarta menyelenggarakan Festival Teater Jakarta (FTJ) sepanjang 12-29 November 2019 di Teater Besar dan Teater Kecil, Taman Ismail Marzuki, Jakarta.

Even tahunan ini terselenggara atas kerja sama dengan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta melalui Dinas Pariwisata dan Kebudayaan dan didukung oleh Djarum Foundation. Sebagai festival teater tertua (dimulai sejak 1973) dan terbesar di Indonesia, FTJ dalam pelaksanaannya selama 46 tahun, sedikit banyak telah membentuk kultur dan ekosistem kota Jakarta sebagai pusat kesenian Indonesia.

Pada tahun 1970-an, Jakarta bahkan pernah menjadi pusat kesenian di Asia. Komite Teater DKJ belakangan berniat mendudukkan FTJ bukan sebagai target atau pencapaian tapi lebih sebagai laboratorium pengembangan gagasan berteater.

Hal ini bertujuan untuk meletakkan FTJ sebagai platform yang menekankan proses berteater ketimbang sebagai wahana untuk meraih prestasi atau hasil akhir. Lebih dari itu, gagasan ini bermaksud menjaga iklim persaingan yang lebih sehat di antara grup-grup teater yang ada di Jakarta.

Helatan FTJ tahun ini diikuti 15 grup teater yang merupakan ketiga pemenang (juara I, II dan III) dari lima wilayah kota administrasi se-DKI Jakarta, kecuali Kabupaten Kepulauan Seribu.

Wilayah Jakarta Timur diwakili oleh Teater Camuss, Castramardika dan Sanggar Teater Jerit; Jakarta Utara oleh amatirujan, Teater Cahaya dan Maura Lintas Teater; Jakarta Pusat oleh Teater Petra, Teater Indonesia dan Unlogic Theatre; Jakarta Barat oleh Teater Asa, Teater Nusantara dan Teater Lab Teater Lumbung; serta Jakarta Selatan oleh Teater Labo El Aktor, Teater Ciliwung, dan Teater Pojok.

Ada beragam kegiatan akan dihadirkan selama festival ini, antara lain pertunjukan, diskusi, dan pameran. Ada lima belas pertunjukan (perlombaan) oleh 15 grup teater; tiga diskusi: diskusi naskah, diskusi biografi penciptaan dan diskusi pameran; dan pameran 'Drama Penonton' yang dikurasi oleh Mayumi Haryoto, ilustrator-desainer terkenal Indonesia yang karyanya terinspirasi pada ukiyo-e, ilustrasi dan desain pertengahan abad ke-20 yang memadukan masa lalu dengan kepekaan modern.

Seremoni pembukaan FTJ 2019 akan dibuka oleh Alberto Ali yang baru saja ditunjuk sebagai Plt. Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan DKI Jakarta menggantikan Edy Junaedi. Pada malam pembukaan, FTJ 2019 menyuguhkan pertunjukan oleh bintang tamu FTJ, Teater Satu Lampung, melalui naskah 'Kursi-Kursi' karya E. Ionesco (sutradara Iswadi Pratama).

Pada penutupan, Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Wishnutama akan hadir dan menutup secara resmi FTJ. Seniman Hanafi dan Hartati nantinya akan menggulung tirai FTJ lewat pertunjukan kolaborasi berjudul 'Lipatan Kesedihan dari Kamar Dalam', sebuah karya adaptasi dari naskah Rawayan DKJ.

Satu hal yang menarik dalam FTJ kali ini adalah pemilihan dan komposisi dewan juri. Jika sebelumnya juri berasal dari kalangan profesional teater, tahun ini Komite Teater DKJ mengundang salah satu juri profesional sebagai perwakilan penonton awam: Sri Bramantoro Abdinagoro (dosen BINUS Business School, Jakarta).

Sementara ada empat juri dari kalangan seniman, yaitu Zen Hae, Gandung Bondowoso, Jajang C. Noer, dan Malhamang Zamzam. Selain kelima juri utama, ada pula Budi Sobar, mantan anggota Komite Teater DKJ, sebagai juri pendamping.

'Drama Penonton sebagai inti drama pernah ditawarkan Danarto dengan konsep 'teater tanpa penonton'. Kini, konsep ini menjadi penting untuk dibaca karena sebuah pertunjukan sejak awal memang dirancang sebagai 'ruang bersama' sebagai aktivasi maupun tubuh pertunjukan. Tidak ada lagi jarak pemisah antara pertunjukan dan penonton, atau antara grup teater dengan penontonnya. Karena itu, pertunjukan teater berupaya mengelola tatapan 'siapa yang menonton dan yang ditonton' yang kemudian menentukan rancangan pertunjukan.

FTJ 2019 mengambil tema 'Drama Penonton' sebagai diskursus untuk memetakan dan membuat profilling penonton teater di Jakarta. Dengan melepaskan diri dari rentetan pertanyaan seperti: siapa itu penonton teater; apa motivasi menonton teater; apakah suka atau tidak menonton teater, dst., FTJ kali ini lebih berambisi untuk membincangkan: bagaimana caranya menjadi penonton teater.

Isu ini dipandang menarik karena sebagai 'penonton teater', kita umumnya lebih dulu dibentuk oleh aktivasi 'menonton' dan bukan 'menonton teater'. Menonton televisi atau film tentu berbeda dengan menonton teater.

Barangkali kita terpeleset dalam paradigma 'menonton teater' untuk mencari hiburan, bertemu aktor atau sutradara, diajak teman, atau tertarik pada grup dan venue pertunjukan. Sebagai penonton awam, kita perlu bertransisi untuk masuk ke dalam konteks menonton teater.

Setelah beberapa kali nonton, baru mulai muncul persepsi lain: sebuah apresiasi yang tidak semata-mata untuk katarsis tertawa, sedih, atau merasa terbebaskan dari tabu-tabu. Tetapi ada semacam edukasi yang tidak pedagogik, nam un kreatif, yaitu sebuah pengelolaan kecerdasan dari berbagai campuran disiplin, media dan budaya.

Berpijak pada asumsi inilah FTJ 2019 mengusung tema yang tampak krusial untuk membongkar 'dapur penonton' dengan tujuan melihat motivasi, dorongan, kebutuhan, persepsi, pembelajaran dan perilaku penonton teater. Selama ini FTJ cenderung berkonsentrasi pada gagasan membongkar 'dapur pertunjukan teater.

Urgensi pembongkaran pasar-penonton ini bertolak dari identifikasi demografi yang dilakukan terhadap penonton teater selama pelaksanaan Djakarta Teater Platform 2019, yang menunjukkan bahwa grup-grup teater telah memiliki 'penonton bawaan dan spesifik.

Pertunjukan berbasis kampus/sekolah umumnya membawa penonton lebih besar. Hal ini memunculkan gagasan untuk menggeser 'penonton awam' menjadi penonton yang mengerti atas kebutuhan menonton teater dengan wawasan lebih beragam dalam memandang praktik-praktik kesenian.
(akn)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.1433 seconds (0.1#10.140)